Proses Penciptaan Manusia
Penciptaan Manusia Menurut Bibel
Menurut penjelasan di dalam Bibel, Bibel tidak memuat
pernyataan-pernyataan mengenai berbagai fenomena alam yang pada setiap masa
sejarah manusia dapat menjadi subyek pengamatan dan dapat meningkatkan
banyaknya penjelasan atas kemahakuasaan Tuhan, disertai dengan rincian-rincian
spesifik tertentu. Sebagaimana akan kita lihat nanti, teks-teks semacam itu
hanya ada di dalam Al-Qur’an.
Penjelasan-penjelasan Bibel mengenai asal-usul penciptaan
manusia, dijelaskan di dalam Kitab Genesis dalam ayat-ayat yang membahas
penciptaan secara keseluruhan. Salah satu ayat yang ada di dalam Kitab Genesis
berbunyi : “Lalu Tuhan berkata, ‘Biarlah kita membuat manusia dalam citra kita,
sesuai dengan kita; dan jadilah mereka menguasai ikan di laut, burung di udara,
ternak, dan segala suatu di atas bumi serta setiap makhluk yang melata di atas
bumi’.[5]
Penciptaan Manusia Menurut Al-Qur’an
Al-Qur’an menyatakan proses penciptaan manusia mempunyai dua
tahapan yang berbeda, yaitu: Pertama, disebut dengan tahapan primordial.
Manusia pertama, Adam a.s. diciptakan dari al-tin (tanah), al-turob (tanah
debu), min shal (tanah liat), min hamain masnun (tanah lumpur hitam yang busuk)
yang dibentuk Allah dengan seindah-indahnya, kemudian Allah meniupkan ruh
dari-Nya ke dalamA diri (manusia) tersebut (Q.S, Al An’aam (6):2, Al Hijr
(15):26,28,29, Al Mu’minuun (23):12, Al Ruum (30):20, Ar Rahman (55):4). Kedua,
disebut dengan tahapan biologi. Penciptaan manusia selanjutnya adalah melalui
proses biologi yang dapat dipahami secara sains-empirik. Di dalam proses ini,
manusia diciptakan dari inti sari tanah yang dijadikan air mani (nuthfah) yang
tersimpan dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian nuthfah itu dijadikan darah
beku (‘alaqah) yang menggantung dalam rahim. Darah beku tersebut kemudian
dijadikan-Nya segumpal daging (mudghah) dan kemudian dibalut dengan tulang
belulang lalu kepadanya ditiupkan ruh (Q.S, Al Mu’minuun (23):12-14). Hadits
yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim menyatakan bahwa ruh dihembuskan Allah
swt. ke dalam janin setelah ia mengalami perkembangan 40 hari nuthfah, 40 hari
‘alaqah dan 40 hari mudghah.
Penciptaan manusia dan aspek-aspeknya itu ditegaskan dalam
banyak ayat. Beberapa di antaranya sebagai berikut:
- Manusia tidak diciptakan dari mani yang lengkap, tetapi dari sebagian kecilnya (spermazoa).
- Sel kelamin laki-lakilah yang menentukan jenis kelamin bayi.
- Janin manusia melekat pada rahim sang ibu bagaikan lintah.
- Manusia berkembang di tiga kawasan yang gelap di dalam rahim.
- Setetes Mani
Sebelum proses pembuahan terjadi, 250 juta sperma terpancar
dari si laki-laki pada satu waktu dan menuju sel telur yang jumlahnya hanya
satu setiap siklusnya. Sperma-sperma melakukan perjalanan yang sulit di tubuh
si ibu sampai menuju sel telur karena saluran reproduksi wanita yang berbelok2,
kadar keasaman yang tidak sesuai dengan sperma, gerakan ‘menyapu’ dari dalam
saluran reproduksi wanita, dan juga gaya gravitasi yang berlawanan. Sel telur
hanya akan membolehkan masuk satu sperma saja.
Artinya, bahan manusia bukan mani seluruhnya, melainkan
hanya sebagian kecil darinya. Ini dijelaskan dalam Al-Qur’an :
“Apakah manusia mengira akan dibiarkan tak terurus? Bukankah
ia hanya setitik mani yang dipancarkan?” (QS Al Qiyamah:36-37).
Segumpal Darah Yang Melekat di Rahim
Setelah lewat 40 hari, dari air mani tersebut, Allah
menjadikannya segumpal darah yang disebut ‘alaqah.
“Dia telah menciptakan manusia dengan segumpal darah”. (al
‘Alaq/96:2).
Ketika sperma dari laki-laki bergabung dengan sel telur
wanita, terbentuk sebuah sel tunggal yang dikenal sebagai “zigot” , zigot ini
akan segera berkembang biak dengan membelah diri hingga akhirnya menjadi
“segumpal daging”. Tentu saja hal ini hanya dapat dilihat oleh manusia dengan
bantuan mikroskop.
Tapi, zigot tersebut tidak melewatkan tahap pertumbuhannya
begitu saja. Ia melekat pada dinding rahim seperti akar yang kokoh menancap di
bumi dengan carangnya. Melalui hubungan semacam ini, zigot mampu mendapatkan
zat-zat penting dari tubuh sang ibu bagi pertumbuhannya. Pada bagian ini, satu
keajaiban penting dari Al Qur’an terungkap. Saat merujuk pada zigot yang sedang
tumbuh dalam rahim ibu, Allah menggunakan kata “alaq” dalam Al Qur’an. Arti
kata “alaq” dalam bahasa Arab adalah “sesuatu yang menempel pada suatu tempat”.
Kata ini secara harfiah digunakan untuk menggambarkan lintah yang menempel pada
tubuh untuk menghisap darah.
Pembungkusan Tulang oleh Otot
Disebutkan dalam ayat-ayat Al Qur’an bahwa dalam rahim ibu,
mulanya tulang-tulang terbentuk, dan selanjutnya terbentuklah otot yang
membungkus tulang-tulang ini.
“Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu
segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami
jadikan tulang-belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging.
Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah
Allah, Pencipta Yang Paling Baik” (QS Al Mu’minun:14)
Para ahli embriologi beranggapan bahwa tulang dan otot dalam
embrio terbentuk secara bersamaan. Karenanya, sejak lama banyak orang yang
menyatakan bahwa ayat ini bertentangan dengan ilmu pengetahuan. Namun,
penelitian canggih dengan mikroskop yang dilakukan dengan menggunakan
perkembangan teknologi baru telah mengungkap bahwa pernyataan Al-Qur’an adalah
benar kata demi katanya.[6]
Penelitian di tingkat mikroskopis ini menunjukkan bahwa
perkembangan dalam rahim ibu terjadi dengan cara persis seperti yang digambarkan
dalam ayat tersebut. Pertama, jaringan tulang rawan embrio mulai mengeras.
Kemudian sel-sel otot yang terpilih dari jaringan di sekitar tulang-tulang
bergabung dan membungkus tulang-tulang ini.
Saripati Tanah dalam Campuran Air Mani
Cairan yang disebut mani tidak mengandung sperma saja.
Ketika mani disinggung di Al-Qur’an, fakta yang ditemukan oleh ilmu pengetahuan
modern, juga menunjukkan bahwa mani itu ditetapkan sebagai cairan campuran:
“Dialah Yang menciptakan segalanya dengan sebaik-baiknya, Dia mulai menciptakan
manusia dari tanah liat. Kemudian Ia menjadikan keturunannya dari sari air yang
hina.” (Al-Qur’an, 32:7-8).
2.4 Manusia dari Perspektif Al-Qur’an dan Al Hadist serta
Iptek
Menurut Raghib Al Asfahani seorang pakar bahasa Al-Qur’an,
sebagaimana dikutip Quraish Shihab memandang kata taqwim pada ayat ini sebagai
isyarat tentang keistimewaan manusia dibandingkan binatang, yaitu akal,
pemahaman dan bentuk fisiknya yang tegak lurus. Jadi, kalimat ahsanu taqwim
berarti bentuk fisik dan psikis yang sebaik-baiknya, yang dapat melaksanakan
fungsinya sebaik mungkin. Allah berbuat demikian karena Allah ingin menjadikan
manusia sebagai khalifah di bumi. Oleh karenanya Allah menciptakan manusia
dalam sebaik-baik bentuk, sehingga tidak ada satu makhlukpun yang lebih tinggi
derajatnya dari manusia.
Selayaknya ilmu perakitan komputer, maka Allah telah merakit
manusia dengan sistem hardware dan software, lengkap, berkualitas tinggi dan
multifungsi. Kesemua perangkat ini bekerja secara sinergis dan dinamis agar
manusia bisa menjalankan fungsinya sebagai khalifah Allah di bumi.
Manusia diciptakan Allah sebagai makhluk berpribadi, sebagai
makhluk yang hidup bersama-sama dengan orang lain, sebagai makhluk yang hidup
di tengah-tengah alam dan sebagai makhluk yang diciptakan dan diasuh oleh
Allah. Manusia sebagai makhluk berpribadi, mempunyai fungsi terhadap diri
pribadinya. Manusia sebagai anggota masyarakat mempunyai fungsi terhadap
masyarakat. Manusia sebagai makhluk yang hidup di tengah-tengah alam, berfungsi
terhadap alam. Manusia sebagai makhluk yang diciptakan dan diasuh, berfungsi
terhadap yang menciptakan dan yang mengasuhnya. Selain itu manusia sebagai
makhluk pribadi terdiri dari kesatuan tiga unsur yaitu : unsur perasaan, unsur
akal, dan unsur jasmani. Al-Qur’an menggambarkan manusia sebagai makhluk
pilihan Tuhan, sebagai khalifah-Nya di muka bumi, serta sebagai makhluk
semi-samawi dan semi duniawi, yang di dalam dirinya ditanamkan sifat-sifat :
mengakui Tuhan, bebas, terpercaya, rasa tanggungjawab terhadap dirinya maupun
alam semesta, serta karunia keunggulan atas alam semesta, langit dan bumi.
Manusia dipusakai dengan kecenderungan jiwa ke arah kebaikan maupun kejahatan.
Kemaujudan mereka dimulai dari kelemahan dan ketidakmampuan, yang kemudian
bergerak ke arah kekuatan. Tetapi itu tidak akan menghapuskan kegelisahan
psikis mereka, kecuali jika mereka dekat dengan Tuhan dan selalu mengingat-Nya.
Ini dia Video Simulasinya
No comments:
Post a Comment